Powered By Blogger

Rabu, 08 Juni 2011

Terapi Lumba-Lumba Atasi Depresi dan Autis

Aneh tapi nyata, tapi itulah yang terjadi. Dewasa ini, untuk mengatasi depresi
ternyata tidak hanya melalui terapi meditasi, musik, psikoterapi ataupun obat-obatan. Namun,
juga bisa menggunakan lumba-lumba sebagai alternatif.
Jika Anda termasuk seseorang yang mudah mengalami depresi tak ada salahnya meluangkan
waktu berenang bareng Lumba-lumba. Sebuah penelitian menyebutkan berenang dengan
lumba-lumba bisa membantu meredakan depresi. Tim peneliti dari Universitas Leicester
meneliti sekitar 15 orang penderita depresi yang dibagi dalam dua kelompok. Grup pertama
berenang bersama lumba-lumba sementara yang lain berenang di area yang sama tanpa
ditemani lumba-lumba dalam waktu tertentu secara rutin.
Kepala penelitian Dr Iain Ryrie mengatakan para peserta diminta untuk berhenti
mengkonsumsi obat anti depresi dan menjalani terapi psikoterapi sekitar empat minggu
sebelum menjalani tes ini. Mereka menemukan gejala-gejala dan keluhan yang selama ini
dialami para depresan (penderita depresi) mengalami kemajuan pesat dibanding pasien lain
yang tidak berenang bersama lumba-lumba. Penelitian yang tercantum dalam British Medical

Journal ini menyebutkan bahwa berdekatan dengan binatang terutama mamalia memiliki
kemampuan mengubah lingkungan sosial kita.
Separuh dari peserta diminta berenang dan menyelam bersama lumba-lumba selama satu jam
setiap hari selama periode dua minggu, sementara peserta lain diminta melakukan aktivitas
yang sama tanpa ditemani lumba-lumba. Setelah dua minggu berselang, grup yang berenang
dengan lumba-lumba mengalami perbaikan mental, .
Professor Michael Reveley, salah seorang periset, menyebutkan bahwa nilai estetis dan emosi
yang terjadi saat peserta (pasien depresi) berinteraksi dengan lumba-lumba berperan sebagai
salah satu pereda depresi. Suara ultrasound yang merupakan bagian dari echolocation system
(sistem syaraf sensor yang dimiliki mamalia tertentu, misalnya lumba-lumba dan kelelawar
untuk mengenali objek disekitar mereka) memiliki efek yang cukup besar pada penderita
depresi.
Dari penelitian yang mereka lakukan di Honduras, tim Leicester yakin bahwa menggunakan
hewan tertentu dengan cara ini sangat efektif meredakan dan mengobati depresi ataupun
gangguan psychiatrik lainnya.
"Lumba-lumba adalah mamalia yang cerdas, memiliki kecakapan berinteraksi yang lebih
kompleks dibanding mamalia lainnya, bahkan untuk berinteraksi dengan manusia. Beberapa
orang yang mengalami depresi sulit berinteraksi dengan sesama dan sulit sekali merespon
positif lingkungannya. Namun perlu diingat kita adalah bagian dari alam, bergaul dengan
mahkluk lain memberi efek positif bagi kita." Ujar Reveley.
Sebelumnya terapi lumba-lumba pernah digunakan untuk membantu anak-anak yang
mengalami gangguan tertentu. Dr Iain Ryrie, kepala Mental Health Foundation, mengatakan
manusia dan lumba-lumba saling berbagi sistem limbic otak yang memegang peranan penting
mengatur proses emosi dan psikologis tubuh.
"Kontak emosi adalah kebutuhan biologis yang dibutuhkan mamalia, merangsang sistem
limbic mereka, meyakinkan respon positif untuk menyusui serta memberikan perlakukan yang
lembut. Sebagai manusia kita memiliki hubungan psikologis untuk berhubungan dan
bersentuhan dengan sesama, sesuatu yang membedakan kita dari reptil, yang tidak memiliki
sistem komunikasi limbic dan tak bisa menyusui. Jadi sangat mungkin manusia 'bercinta'
dengan berbagai jenis mamalia yang berbeda karena mereka memiliki kesamaan sistem
biologis dan sosial," kata Dr Iain Ryrie.

Dr Ryrie menyebutkan dari penelitian yang telah dilakukan selama ini menunjukkan bahwa
merawat binantang peliharaan merupakan salah satu cara meredakan depresi. Teknik ini juga
manjur untuk mengatasi bocah yang hiperaktif dan oramg usia lanjut yang menderita
dementia (gangguan pada sistem syaraf, yang menyebabkan kelambanan merespon dan
berkonsentrasi, biasanya disertai dengan gangguan emosi dan perubahan karakter).
"Binatang, terutama mamalia, bisa merubah lingkup sosial dinamis kita terutama untuk orang-
orang yang mengalami depresi. Berenang dan bersahabat dengan lumba-lumba dalam
aktivitas kelompok sangat bisa mengurangi depresi," tambah Ryrie yang masih akan
mengembangkan penelitian ini untuk mamalia yang bisa dipelihara di rumah.
Di Jakarta, tepatnya di The Lost Kingdom (dulu Gelanggang Samudra Ancol) di ruang Dolphin
Terapi, lumba-lumba dijadikan terapi untuk membantu penyembuhan penderita autis. Menurut
GM Doplhin Terapi Klinik, dr. Endang Sumaryati, terapi lumba-lumba merupakan salah satu
penyembuhan autis. Metode tersebut empat kali lebih cepat ketimbang dengan terapi
konvensional.
"Di tubuh lumba-lumba teerkandung potensi yang bisa menyelaraskan kerja saraf motorik dan
sensorik pendeerita autis. Sebab, lumba-lumba mempunyai gelomba sonar yang dapat
merangsang otak manusia untuk memproduksi energi yang ada dalam tulang tengkorak,
dada, dan tulang belakang pasien sehingga dapat membentuk keseimbangan antara otak
kanan dan kiri," ujar dr. Endang yang spesialis fisioterapi ini.
Di samping itu, lanjutnya, dapat juga meningkatkan neurotransmitter. Dengan sifat dasar
yang memiliki kasih sayang dan suka menolong itu. Menurut Endang, lumba-lumba sangat
membantu dalam proses terapi. "Pasien akan tertarik dan lebih rileks untuk berinteraksi
sehingga mempengaruhi peningkatan respon kognitif, fisik dan afektif."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar